Jumat, 23 Maret 2012

Tugas Perilaku Keorganisasian

PENGERTIAN

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya manusia dan psikologi industri serta perilaku organisasi.

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan atau genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang.
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku manusia
  1. Genetika
  2. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
  3. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial.
  4. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.
Kemudian dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga tingkat:
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya.
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
Tindakan atau praktik (practice)
Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki.

Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan dengan orang lain.Berhadapan dengan orang lain atau komunikasi interpersonal adalah sebuah metode komunikasi yang sering digunakan oleh manusia pada saat bekerja,bergaul dan bermasyarakat.Miskinnya komunikasi merupakan masalah yang sering dihadapi oleh semua orang. Padahal,komunikasi adalah hal yang sangat mudah secara teori dan prakteknya,namun bagi sebagian orang menjadi sulit untuk diterapkan
Komunikasi itu sendiri bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung dapat dilakukan secara langsung berbicara dengan lawan bicara kita.Komunikasi ini,sangat efektif untuk mengetahui tanggapan lawan bicara terhadap kita.Kemudian selain itu,ada komunikasi tidak langsung.Biasanya,orang berkomunikasi lewat email, surat menyurat, SMS, presentasi dan pertemuan.Komunikasi ini adalah komunikasi secara tidak langsung. Komunikasi tidak langsung memang efisien,tapi lebih dianjurkan untuk melakukan komunikasi secara langsung(face to face),karena jika komunikasi itu dilakukan secara langsung,maka kedua belah pihak lebih memahami informasi yang diberikan,selain itu lebih mengenal lawan karakteristik lawan bicara,sehingga resiko salah paham dapat diminimalisir.
Untuk melakukan komunikasi dengan baik,sebaiknya kita mengetahui situasi dan kondisi serta karakteristik lawan bicara kita.Sebagaimana yang kita tahu,bahwa setiap manusia itu seperti sebuah radar yang melingkupi lingkungan. Manusia bisa menjadi sangat sensitif pada bahasa tubuh, ekspresi wajah, postur, gerakan, intonasi suara dan masih banyak lagi. Untuk mengefektifkan komunikasi, dinamika komunikasi interpersonal harus senada dengan perkataan kita. Kata-kata lebih jarang digunakan oleh orang yang terlingkupi makna dari komunikasi itu sendiri. Tanpa menyadari adanya orang-orang semacam itu, yang melakukan komunikasi, termasuk faktor-faktor dalam dinamika komunikasi interpersonal, pasti kehilangan apa sesungguhnya yang akan dikomunikasikan. Pada saat yang sama, jika orang berkomunikasi tanpa memahami keseluruhan dinamika komunikasi interpersonal dari hati dan pendengarannya orang yang diajak berkomunikasi maka orang tersebut telah gagal dalam berkomunikasi. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, postur, gerakan dan intonasi suara akan membantu individu untuk memberi penekanan pada kebenaran, ketulusan dan reliabilitas dari komunikasi itu sendiri sehingga komunikasi itu sendiri dapat mempengaruhi pola pikir lawan bicara kita.
 

Rabu, 14 Maret 2012

TUGAS 1 SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


HUKUM PAJAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelula dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara .Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undnag, penerbitan peratuan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya.
Berbagai upaya yag dilakukan belum menunjukkan perubahan yang singnifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.

B. Perumusan Masalah
Cukup terlihat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam skala penerimaan pajak nasional dan lebih lanjut pada penerimaan Negara pada umumnya.
Penerimaan dalam negeri menjadi sumber utama apabila kemandirian pembiayaan Negara yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia benar-benar ingin direalisasikan. Untuk itu penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen penerimaan dalam negeri yang harus ditingkatkan peranannya karena pajak merupakan sumber penerimaan utama yang merefleksikan praktek demokrasi yang paling mendasar yaitu peran serta rakyat ikut dalam pembiaaan Negara dan pemerintahannya.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah tentulah membutuhkan pembiayaan. Salah satu sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk memenuhi sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut Pemerintah Daerah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan realisasi penerimaannya. Melalui peningkatan penerimaan tersebut diharapkan juga dapat ditingkatkan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Sebelum melanjutkan pembahasan ini dapat kami jelaskan terlebih dahulu, bahwa materi bahasan yang diminta oleh penyelenggara kepada kami adalah :
Implementasi Pungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah setempat sesuai dengan UU 22,34 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta Perda 26 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Kayu di Indonesia.
Namun setelah kami mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah maka untuk meluruskan kembali pengertian PAD yang dihubungkan dengan materi bahasan yang diajukan penyelenggara maka judulnya menjadi seperti di atas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menurut pengamatan kami telah menimbulkan kecemasan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan pengenaan berbagai pajak, retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia usaha untuk memacu peningkatan PAD.
Namun menurut hemat kami hal tersebut sangat tidak beralasan, karena penetapan pajak dan retribusi daerah serta pungutan lainnya harus diatur dengan Peraturan Daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan secara nasional. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD tentu saja dilakukan sepanjang koridor regulasi yang ada, karena penetapan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi monopoli Pemerintah Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat.
Baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD) tersebut. Dalam UU 5/1974 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari; 1) hasil pajak Daerah, 2) hasil retribusi Daerah, 3) hasil Perusahaan Daerah, 4) lain-lain usaha Daerah yang sah.
Kemudian dengan lahirnya kebijakan Otonomi Daerah dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi fiskal yang diatur dengan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari :
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
Hasil pajak Daerah.
Hasil retribusi Daerah
Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil penge-lolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
Dana Perimbangan, yaitu: Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
Dana Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pinjaman Daerah.
Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Jadi dari ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi Daerah serta hasil usaha Daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.
Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000 terdiri dari:
Pajak Hotel.
Pajak Restoran.
Pajak Hiburan.
Pajak Reklame.
Pajak Penerangan Jalan.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Pajak Parkir.

B. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.
4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
Ø Objek pajak perkebunan adalah 40%
Ø Objek pajak kehutanan adalah 40%
Ø Objek pajak pertambangan adalah 20%
Ø Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

BAB III
KESIMPULAN

Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, keberadaan Daerah Kabupaten/Kota hanyalah sebagai Daerah yang menjadi penghasil pajak dan hanya berhak menerima bagian dari dana perimbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan pajak dan retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.
Sehubungan dengan maksud dan tujuan dari seminar ini yang ingin menata kembali pengelolaan hutan dan perkebunan yang berdampak positif bagi Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat, memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi Investor, serta memperjelas mendukung keinginan para investor untuk mengembangkan usahanya di Daerah.
Daerah akan berupaya memberikan rasa aman dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai pengelolaan pertanahan yang menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 merupakan kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota , namun pada kenyataannya sekarang diambil alih lagi oleh Pusat dengan Keppres 10/2001 sehingga pada sebagian Daerah timbul dualisme pengelolaan pertanahan. Untuk mengatasi hal tersebut APKASI telah berusaha meminta Pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut.
Kecemasan kalangan dunia terhadap upaya Daerah mengoptimalkan pungutan pajak, retribusi dan pungutan lainnya untuk memacu peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dicarikan solusinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengawasan dari masyarakat.
Yang kami harapkan bagi pihak yang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.

BAB IV
PENUTUP

Demikian penjelasan sedikit mengenai pembayaran pajak yang benar agar anda tidak dirugikan. Semoga makalah ini memberikan banyak informasi untuk anda semua dan agar lebih berhati-hati lagi dalam menyetorkan uang pajak tersebut.
Pemerintah dan lembaga-lembaga lebih tingkatkan lagi kedisiplinan para anggotanya agar tidak terjadi hal seperti ini, dengan penertiban diharapkan kas Negara untuk perpajakan bisa berjalan dengan baik. Karen itu semua untuk kepentingan bersama.